: REVIEW FILM
RUDI HABIBIE (HABIBIE & AINUN 2)
Catatan:
- Tulisan ini mengandung spoiler. Bagi anda yang kurang suka, harap segera menutup laman ini.
- Tulisan ini, mungkin, cenderung membandingkan antara Film Rudi Habibie dengan Film Habibie & Ainun.
- Tulisan ini sekadar review. Saya tidak menganggapnya sebagai tulisan kritik film karena saya bukan bidangnya dan hanya bermodalkan film sekali simak di bioskop.
Sebenarnya, kurang tepat jika film Rudi Habibie ini dikatakan sequel atau
prequel karena ada sense yang berbeda jika dibanding Habibie & Ainun. Selain Reza Rahardian, saya pikir semua pemainnya baru. Cara bercerita pun berbeda.
Secara umum, Film Habibie & Ainun
mengambil fokus cerita kisah kehidupan BJ Habibie dengan Ainun dari mulai masa
remaja hingga cinta mereka disekat maut. Sementara, Film Rudi Habibie bercerita
tentang perjuangan BJ Habibie ketika menempuh pendidikan di Jerman. Film Rudi
Habibie juga disisipi kisah lugu Rudi kecil dan keluarganya.
Aduh, saya mesti jujur, konflik yang
disuguhkan dalam Habibie & Ainun kurang kuat. Hanya beberapa bongkah batu
yang berhasil dilempar ke ulu hati saya. (Oke-oke. Ini tulisan tentang Film
Rudi Habibie. Jadi, saya harus memperbanyak porsinya).
Rudi Habibie memiliki kompleksitas
alur cerita: keluarga, cinta, integritas bangsa. Konflik yang disuguhkan sangat
rumit. Kita melihat banyak tragedi dan drama semenjak film diputar.
Rudi Kecil dan Pesawat Tempur
Kehidupan Rudi kecil memang hanya
sisipan di awal dan di beberapa bagian film karena memang fokus utamanya adalah
kisah Rudi ketika kuliah di Jerman. Namun, saya beberapa kali dibuat merinding
karena dalam scene yang singkat tersebut kita mendapati banyak kisah liris yang
dialami Rudi kecil.
Rudi Kecil berpindah-pindah tempat
tinggal untuk menghindari serangan bom dari pesawat penjajah. Hal ini sempat
membuatnya membenci pesawat, terlebih pesawat tempur. Baginya, pesawat
diciptakan untuk menghancurkan. Namun, ayahnya, Alwi Abdul Jalil Habibie,
menegaskan bahwa Rudi harus membuat pesawat yang baik yang dapat memutus jarak
orang yang tinggal di tempat yang jauh. Dari sini, ia mulai kembali mencintai
kendaraan terbang yang dikaguminya semenjak kanak.
“Jadilah mata air yang jernih yang dapat menjernihkan sekitarnya.”Itulah petuah yang disampaikan ayahnya yang menjadi motivasi bagi Rudi untuk tetap menjadi positif.
Scene yang paling membuat pilu
adalah ketika ayahnya meninggal pada sujud terakhir saat mengimami keluarganya
Salat Isha. Rudi kecil dengan tegarnya menggantikan posisi imam hingga salam.
Ini bagian terliris di film ini. Indikasinya, dua wanita yang menemani saya
menonton terisak menahan hujan di matanya.
Ilona, oh… Ilona
Saya harus standing applaouse kepada
Chelsea Iskan yang berhasil memerankan Ilona dengan sangat baik. Jika banyak
orang yang merasa bahwa BCL tidak berhasil menyeimbangi totalitas akting Reza
Rahardian, maka, saya rasa, Chelsea berhasil. Meski saya tidak begitu tahu,
apakah cara Chelsea berbicara sama dengan cara bebicara orang Polandia saat
melafalkan bahasa Indonesia, karena memang saya tidak pernah mendengarnya
langsung.
Kisah cinta beda agama dan negara
antara Rudi dan Ilona memang menyita porsi yang cukup besar dalam film ini.
Meski begitu, tidak banyak orang yang tahu kisah tentang Ilona karena BJ
Habibie baru menceritakannya setelah Ainun meninggal.
Sosok Ilona memang tidak begitu
familiar karena masyarakat Indonesia pada umumnya menganggap bahwa kisah cinta
BJ Habibie dan ainun direpresentasikan sebagai kisah cinta sejati, seperti yang
dilantuntan BCL pada reff soundtrack-nya.
Namun, di film ini kita mendapati fakta baru, bahwa sebelum dengan Ainun, Rudi
(BJ Habibie) memiliki kisah cinta yang takkalah seru.
Harus diakui, saya jatuh cinta
dengan perempuan seperti Ilona (disamping kekaguman saya terhadap Chelsea
Iskan).
“Saya mencintai Rudi tapi saya tidak tahu apakah Rudi benar-benar mencintai saya. Saya rela pindah negara dan agama tapi apakah Rudi pantas menerima pengorbanan saya?”(Kutipan percakapan Ilona dengan Ibu Rudi)
Rudi dan Integritas Bangsa
Rudi mengagumi sosok Bung Karno.
Namun ia lebih mencintai Indonesia dari siapapun. Inilah konflik sengit yang tidak
selesai di film ini. Rudi bergabung di PPI (Persatuan Pelajar Indonesia) Aachen
dan terpilih menjadi ketuanya. Dari sini banyak gesekan terjadi.
Rudi tidak disukai beberapa
mahasiswa Aachen yang mayoritas dari kalangan Laskar Pelajar. Laskar pelajar
adalah mahasiswa yang mendapat beasiswa penuh dari pemerintah karena dianggap
telah membantu memerdekakan Indonesia. Namun, mereka cenderung menganggap beasiswanya
sebagai ajang safari.
Rudi menganggap bahwa mereka
mendapat beasiswa bukan karena kecerdasan akademis, melainkan balas budi
pemerintah karena perjuangannya. Pernyataan ini keluar karena mahasiswa Laskar
Pelajar memperolok Rudi yang membawa paspor pribadi. FYI, 99% mahasiswa di
Aachen mendapat beasiswa penuh dari pemerintah (ikatan dinas). Sementara Rudi
hanya mendapat beasiswa akademis. Untuk keperluan pribadinya, ia hanya
bergantung pada kiriman dari orang tuanya di Bandung.
Para Laskar Pelajar ini tak segan
memukuli Rudi karena ketidaksukaannya. Sikap beringas ini lantaran laskar
pelajar menganggap Rudi sombong dan tidak tahu perjuangan mereka selama menjadi
tentara.
Ketika Rudi menggagas proyek Simposium
Pembangunan pada Kongres PPI Eropa, sebagian peserta kongres menolak. Namun,
karena menang suara, proyek ini dilanjutkan.
Pascakongres, seorang yang mengaku
utusan pemerintah membawa surat perintah agar simposium pembangunan dibatalkan
dan diganti dengan program Front Nasional, sebuah pernyataan sikap pelajar
Indonesia di Eropa untuk dukungan terhadap Bung Karno. Gerakan ini dapat
menjadi dukungan internasional dalam menanggapi agresi militer Belanda ke
Indonesia.
Rudi menolaknya. Ia beranggapan
bahwa Simposium Pembangunan adalah pergerakan jangka panjang dan Front Nasional
hanyalah gerakan mendukung Soekarno. Pemerintah pun menarik diri dan mengancap
tidak akan mendanai Simposium Nasional.
Rudi dan PPI Aanchen, dengan
keyakinannya, mengumpulkan dana dari swasta sehingga Simposium Pembangunan dapat terlaksana.
Menjelang Simposium Pembangunan,
datang surat dari Kedubes RI untuk Jerman yang meminta PPI mencantumkan logo
pemerintah dalam setiap kegiatan. Dari sini Rudi mencium indikasi KKN dari
Kedubes. Pilihan sulit. Namun, ia tetap menolak.
Kedubes menganggap pergerakan Rudi
tidak berpihak kepada Indonesia. Namun, Rudi menjawabnya dengan tegas, “Ini
adalah bentuk integritas saya terhadap Indonesia.”
Ancaman semakin kentara. Laskar
Pelajar masuk dan mengacaukan rapat PPI Aanchen dan membawa surat ancaman dari
kedubes yang akan menarik semua paspor mahasiswa ikatan dinas.
Di tengah usahanya, Rudi tumbang dan
harus dirawat di rumah sakit karena mengidap TBC Tulang (entah apa namanya saya
lupa). Akhirnya program Simposium Pembangunan diteruskan tanpa Rudi dan Laskar
Pelajar ikut ambil bagian di dalamnya.
Di akhir cerita, penonton tidak
mendapat titik cerah cerita Rudi dan Simposium Pembangunan. Film hanya diakhiri
dengan perpisahan Ilona dan Rudi. Jadi, Bolehlah saya beranggapan bahwa
konfliknya akan berlanjut di film sekuelnya: Habibie & Ainun 3.
Ya, filnya berlanjut ke film ketiga.
Kita nantikan.
Salam.
FT
0 komentar:
Posting Komentar