Rabu, 20 Juli 2016

SAYA, RUDY, DAN ILONA

0

: REVIEW FILM RUDI HABIBIE (HABIBIE & AINUN 2)

Catatan:
  1. Tulisan ini mengandung spoiler. Bagi anda yang kurang suka, harap segera menutup laman ini.
  2. Tulisan ini, mungkin, cenderung membandingkan antara Film Rudi Habibie dengan Film Habibie & Ainun.
  3. Tulisan ini sekadar review. Saya tidak menganggapnya sebagai tulisan kritik film karena saya bukan bidangnya dan hanya bermodalkan film sekali simak di bioskop.

Sebenarnya, kurang tepat jika film Rudi Habibie ini dikatakan sequel atau prequel karena ada sense yang berbeda jika dibanding Habibie & Ainun. Selain Reza Rahardian, saya pikir semua pemainnya baru. Cara bercerita pun berbeda.
Secara umum, Film Habibie & Ainun mengambil fokus cerita kisah kehidupan BJ Habibie dengan Ainun dari mulai masa remaja hingga cinta mereka disekat maut. Sementara, Film Rudi Habibie bercerita tentang perjuangan BJ Habibie ketika menempuh pendidikan di Jerman. Film Rudi Habibie juga disisipi kisah lugu Rudi kecil dan keluarganya.
Aduh, saya mesti jujur, konflik yang disuguhkan dalam Habibie & Ainun kurang kuat. Hanya beberapa bongkah batu yang berhasil dilempar ke ulu hati saya. (Oke-oke. Ini tulisan tentang Film Rudi Habibie. Jadi, saya harus memperbanyak porsinya).

Selasa, 30 Juli 2013

SUNYI YANG TERAMAT SUNYI: PEMBACAAN PUISI MAZMUR MUSIM SUNYI

1

SUNYI YANG TERAMAT SUNYI: PEMBACAAN PUISI MAZMUR MUSIM SUNYI[i]
oleh Fajar Timur[ii]
Penyair adalah manusia paling peka, lebih peka dari psikiater, guru BK, dan Dosen MK Psikologi Pendidikan. Ia akan memahami bagaimana sakitnya tetes air hujan dibanting dari awan dan jatuh turguling di genting untuk akhirnya lebur dengan perukaan tanah. Ia juga tahu bahwa daun kuning yang tanggal dari pohonnya tidaklah mati, melainkan menyusuri kesunyian di tempat lain.

Penyair tak pandai berbohong seperti prosais. Ia akan menulis kata asmara setelah merasai cinta, menulis kata perih setelah merasai luka, dan menulis kata sunyi setelah merasai sepi. Saya yakin, pemberian judul Mazmur Musim Sunyi bukan sekadar pemanis sampul, melainkan Sulaiman Djaya (selanjutnya disebut Penulis) mengalami tahuntahun yang sunyi ketika menulis puisipuisinya.
Untuk yang kesekian kalinya, kuciumi harum daun gerimis subuh
seperti burung-burung bulan Oktober yang datang lagi:
(Silence Memoir: 28)
Frasa Untuk yang kesekian kalinya menandakan suatu pengulangan peristiwa yang dialami penulis. Sementara metafor daun gerimis subuh memberi pembaca sebuah citra visual suasana fajar yang hening.
Bacalah puisiku seakan kepak hujan
pada malam-malammu,
seakan camar-camar kemarau
melintas dan bergegas
….
hidup pun kembali  ke arah matahari
(Rima Bulan Juni: 30)
Kembali, penulis membawa pembaca menuju kesunyian lewat citracitra yang dibangun oleh metafor kepak hujan atau metafor camar-camar kemarau/melintas dan bergegas. Namun, kali ini penulis mengajak pembaca merenung lewat hidup pun kembali ke arah matahari. Ada dua kemungkinan yang dapat diambil dari larik tersebut: arah matahari sebagai simbol dari akhir perjalanan, dan/atau arah matahari sebagai sirkulasi kehidupan yang sunyi.
            Selain imaji sunyi yang dominan pada puisipuisi dalam buku ini, hal lain yang saya sukai adalah penulis menyisipkan beberapa sajak untuk ibunya seperti Ibuku dalam Kwatrin, Buku Ibuku, Memoir untuk Ibuku, dan Musim untuk Ibuku. Ia juga menyembahkan buku kumpulan puisi ini untuk Ibunya tercinta. Hal ini menarik. Ketika para penyair dan prosais berlombalomba menyembahkan karya untuk perempuannya (seperti Larangku-nya Nidu), penulis ternyata tidak terpengaruh hal tersebut. Ketahuilah wahai para wanita, hidup kalian akan bahagia bila bersama lakilaki yang menyayangi ibunya.
            Saya sempat berpikir, apakah untuk menjadi penyair harus mengalami penderitaan yang sedemikian. Sempat terpikir untuk menjadi cerpenis saja. Tapi, saya harus yakin bahwa tidak akan ada putih tanpa hitam, tidak akan ada perasaan bahagia jika belum merasakan derita. Keyakinan saya membukit saat membaca puisipuisi dalam buku ini. penulis mengeja kesunyian dengan senyuman. Ia menikmati kesunyiannya seperti menenggak satu sachet Tolak Angin Cair. Pahit, tapi nikmat di tubuh.
Salam.
Mari mengejar cakrawala.


[i] Disampaikan pada bedah buku Mazmur Musim Sunyi karya Sulaiman Djaya di Aula PKM A Untirta, Rabu, 15 Mei 2013
[ii] Mahasiswa Semester VI Diksatrasia FKIP Untirta, Ketua Belistra 2013. Jamaah Kubah Budaya dan Rumah Dunia. Menulis puisi, cerpen, novel, resensi, dan tugas kuliah.

Senin, 05 November 2012

NOAH: NAMA BARU, SENYUM BARU

1

Senyum Ariel
Jika diharuskan untuk menyebutkan band yang memiliki musik paling harmonis, maka jawaban saya Noah. Dari sekian banyak grup band di Indonesia, Noah lah satu-satunya yang mampu menggelitik telinga saya dengan musik yang sederhana namun amat harmonis. Permainan piano, Ritme gitar, dan suara Ariel yang khas dibalut dalam sentuhan pop alternatif yang tidak saling mendominasi. Ariel cs kini kembali tampil dengan wajah baru dan semangat baru setelah sekian lama vakum karena sang vokalis berhibernasi dalam bui.
Kemarin (4/10), saya berkesempatan menyaksikan konser Noah di televisi dan melihat ada yang berbeda dari penampilan band yang sempat menjadi langganan tangga lagu teratas di Indonesia. Arial dan kawan-kawan tampil lebih ekspresif dan interaktif dibandingkan saat sebelum ariel dibui. Ariel beberapa kali berjoget, bergerak kesana-kemari, menyusuri setiap lekuk panggung, dan mengajak penonton untuk bernyanyi. Hal ini kontras sekali dengan Ariel ketika masih dalam format “Peterpan”. Coba Bandingkan! Dulu ariel lebih senang berdiri di belakang stand mic membawa gitar string atau tamborin dengan raut wajah serius, melankolis, dan/atau berwibawa.
Kini, anda bisa melihat bulan sabit melengkung indah di atas dagu para personil noah. Tersirat dari ekspresi ceria Ariel dan kawan-kawan bahwa mereka kini bermusik tanpa beban. Terlepas dari beberapa skandal yang sempat merubah pandangan umum tentang mereka, Noah memang harus mengembalikan citra musik pop yang kini masih didominasi band-band yang menduplikasi gaya musisi papan atas. Teruslah berkarya dan menginspirasi semua pencinta musik di setiap sudut bumi.[]

Senin, 18 Juni 2012

BUKU-BUKU GOL A GONG

0

Judul :Balada Si Roy (Bundel 10 Novel balada Si Roy)
Penulis : Gol A Gong
Penerbit : Gong Publishing
Harga: Rp. 120.000
Setelah Discount: Rp. 60.000
Jenis : Bundel 10 Novel













Judul : Tiga Ombak
Penulis : Gol A Gong
Penerbit : Gong Publishing
Harga: Rp. 40.000
Setelah Discount: Rp. 15.000
Jenis : 3 Novelet
























Judul : Ledakan Idemu Agar Kepalamu Tidak Meledak (Seri Be a Writter #1)
Penulis : Gol A Gong
Penerbit : Gong Publishing
Harga: Rp. 35.000
Setelah Discount: Rp. 15.000
Jenis : Tutiorial Menulis


Untuk pembelian, harap menghubungi Fajar (085780044325)
*pembelian dari luar wilayah Tangerang-Serang akan menggunakan jasa pengiriman barang JNE atau TIKI (+ongkir)